Ketika Sholat Berjama’ah
بسم الله الرحمن الرحيم
Sesungguhnya
segala pujian yang sempurna hanyalah milik Alloh, kita memuji-Nya, memohon
pertolongan-Nya serta memohon ampun kepada-Nya dan kita berlindung kepada-Nya
dari segala kejelekan-kejelekan jiwa kita dan dari kejelekan-kejelekan amalan
kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Alloh maka tidak ada yang bisa
menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan oleh Alloh maka tidak ada yang bisa
menunjukinya.
Saya
bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Alloh yang tidak
ada sekutu bagi-Nya dan saya bersaksi bahwa Muhammad –صلى
الله عليه وسلم- itu adalah hamba dan utusan-Nya, tidak ada lagi Nabi sesudahnya.
Adapun sesudah itu,
Berikut diantara
kesalahan-kesalahan yang banyak terjadi ditengah masyarakat umum ketika sholat berjama’ah,
1.
Tidak memperindah pakaian ketika ke Masjid
Alloh
ta’ala berfirman:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا
وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (٣١)
Hai
anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan.
(Al-A’rof: 31)
2.
Tergesa-gesa menuju masjid
Dari
Abu Huroiroh رضي الله عنه dari Rosululloh صلى الله عليه وسلم beliau bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمْ
الْإِقَامَةَ فَامْشُوا إِلَى الصَّلَاةِ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ
وَالْوَقَارِ وَلَا تُسْرِعُوا فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ
فَأَتِمُّوا
“Jika
kalian mendengar iqomat dikumandangkan, maka berjalanlah menuju sholat, dan
hendaklah kalian berjalan dengan tenang dan jangan tergesa-gesa. Apa yang
kalian dapatkan dari sholat maka ikutilah, dan apa yang kalian tertinggal maka
sempurnakanlah.” (HR. Al-Bukhori no. 117 dan Muslim no. 602)
Dari
Abu Qotadah رضي الله عنه dia
berkata:
بَيْنَمَا نَحْنُ
نُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ سَمِعَ جَلَبَةَ
رِجَالٍ. فَلَمَّا صَلَّى, قَالَ: مَا شَأْنُكُمْ؟ قَالُوا: اسْتَعْجَلْنَا إِلَى
الصَّلَاةِ. قَالَ: فَلَا تَفْعَلُوا إِذَا أَتَيْتُمْ الصَّلَاةَ فَعَلَيْكُمْ
بِالسَّكِينَةِ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا
“Ketika
kami sedang sholat bersama Nabi صلى الله عليه وسلم, maka tiba-tiba beliau mendengar suara gaduh beberapa orang.
Maka setelah selesai, beliau bertanya, “Ada apa dengan kalian?” Mereka
menjawab, “Kami tergesa-gesa mendatangi sholat.” Beliau pun bersabda,
“Janganlah kalian berbuat seperti itu. Jika kalian mendatangi sholat maka
datanglah dengan tenang, apa yang kalian dapatkan dari sholat maka ikutilah,
dan apa yang kalian tertinggal maka sempurnakanlah.” (HR. Al-Bukhori no. 599
dan Muslim no. 603)
3.
Tidak mendekati sutroh ketika sholat sunnah
Rosululloh
صلى الله
عليه وسلمbersabda,
إِذَا صَلَّى
أَحَدُكُمْ إِلَى سُتْرَةٍ فَلْيَدْنُ مِنْهَا لاَ يَقْطَعْ الشَّيْطَانُ عَلَيْهِ
صَلاَتَهُ
“Apabila
salah seorang dari kalian sholat menghodap sutroh (pengholang), maka hendaklah
dia mendekat kepadanya. Maka setan tidak akan memotong sholatnya.” [HR. Abu
Daud dalam Sunan-nya (695), dan An-Nasa’iy dalam Al-Mujtaba (748). Hadits ini
di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (782)]
Qurroh
bin Iyas -رضي الله عنه- berkata,
رَآنِيْ عُمَرُ
وَأَنَا أُصَلِّيْ بَيْنَ أُسْطُوَانَتَيْنِ فَأَخَذَ بِقَفَائِيْ فَأَدْنَانِيْ
إِلَى سُتْرَةٍ فَقَالَ: صَلِّ إِلَيْهَا
“Umar
melihatku sedang sholat di antara dua tiang. Dia langsung memegang leherku dan
mendekatkan aku ke sutroh (pengholang) sambil berkata, “Sholatlah menghodap
sutroh (pengholang)”. [HR. Bukhoriy dalam Shohih-nya (1/577) secara
mu’allaq, dan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (7502)]
4.
Masih terus sholat sunnah ketika iqomah telah berkumandang,
Dari
Abu Huroiroh رضي الله عنه,
dari nabi صلى الله
عليه وسلم bersabda:
“Apabila iqomah sholat telah ditegakkan maka tidak ada sholat kecuali sholat
fardhu”. (HR. Muslim bi As-syarh An-Nawawi 5/222)
An-Nawawi
berkata: “Hadits ini terdapat larangan yang jelas dari mengerjakan sholat
sunnah setelah iqomah sholat dikumandangkan sekalipun sholat rawatib seperti
rawatib subuh, dzuhur, ashor dan selainnya” (Al-Majmu’ 3/378)
5.
Tidak mengisi shof pertama sampai penuh
Dari
Abu Huroiroh -رضي الله عنه-
bahwasanya Rosululloh -صلى الله عليه وسلم- bersabda :
لَوْ يَعْلَمُ
النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا
أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي
التَّهْجِيرِ لَاسْتَبَقُوا إِلَيْهِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِي الْعَتَمَةِ وَالصُّبْحِ
لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا
“Kalau
seandainya manusia mengetahui besarnya pahala yang ada pada panggilan (azan)
dan shof pertama kemudian mereka tidak bisa mendapatkannya kecuali dengan
undian maka pasti mereka akan mengundinya. Dan kalaulah mereka mengetahui
besarnya pahala yang akan didapatkan karena bersegera menuju sholat maka mereka
pasti akan berlomba-lomba (untuk menghodirinya). Dan kalaulah seandainya mereka
mengetahui besarnya pahala yang akan didapatkan dengan mengerjakan sholat isya
dan subuh, maka pasti mereka akan mendatanginya meskipun harus dengan
merangkak.” (HR. Al-Bukhori no. 69 dan Muslim no. 437)
Dari
Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rosululloh صلى الله عليه وسلم melihat para sahabatnya terlambat, maka beliau bersabda kepada
mereka:
تَقَدَّمُوا
فَأْتَمُّوا بِي وَلْيَأْتَمَّ بِكُمْ مَنْ بَعْدَكُمْ لَا يَزَالُ قَوْمٌ
يَتَأَخَّرُونَ حَتَّى يُؤَخِّرَهُمْ اللَّهُ
“Kalian
majulah ke depan dan bermakmumlah di belakangku, dan hendaklah orang yang
datang setelah kalian bermakmum di belakang kalian. Terus-menerus suatu kaum
itu membiasakan diri terlambat mendatangi sholat, hingga Alloh juga
mengundurkan mereka (masuk ke dalam surga).” (HR. Muslim no. 438)
Dari
Abu Huroiroh -رضي الله عنه-
dia berkata: Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda:
خَيْرُ صُفُوفِ
الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا
وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
“Sebaik-baik
shof kaum laki-laki adalah di depan, dan sejelek-jeleknya adalah paling
belakang. Dan sebaik-baik shof wanita adalah paling belakang, dan
sejelek-jeleknya adalah yang paling depan.” (HR. Muslim no. 440)
6.
Tidak merapatkan dan meluruskan shof
Dari
Anas رضي الله عنه, dari Nabi صلى الله عليه وسلم, beliau bersabda:
“Tegakkanlah
shof-shof kalian, sesungguhnya aku melihat kalian dari belakang punggungku.”
Maka
Anas berkata: “Salah seorang dari kami, mempertemukan bahunya dengan bahu
saudaranya dan telapak kakinya dengan telapak kaki saudaranya.” Dikeluarkan
oleh Al Bukhori di dalam Ash Shohih (725), Ahmad di dalam Al Musnad (3/182,
263).
Dalam
satu riwayat Anas رضي الله عنه
berkata: “Sesungguhnya saya melihat salah seorang dari kami mempertemukan
bahunya dengan bahu saudaranya. Kalau engkau pergi untuk melakukan demikian itu
pada hari ini, tentu engkau akan melihat salah seorang dari mereka (kaum
muslimin) seperti baghol liar.” Dikeluarkan oleh Abu Ya’la di dalam Al
Musnad (3720), Al Mulakhosh fil Fawaid (1/10/2) dan Sa’id bin Manshur di dalam
As Sunan dan Al Ismaili sebagaimana di dalam Fathul Baari (2/211) dan sanadnya shohih
di atas syarat Asy Syaikhon sebagaimana di dalam As Silsilah Ash Shohihah (31).
Dijelaskan
di dalam hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhoriy dan Al-Imam Muslim
dari shohabat Abu Abdillah An-Nu'man bin Basyir, beliau berkata, aku mendengar Rosululloh
صلى الله
عليه وسلم bersabda,
لَتُسَوُّنَّ
سُفُوْفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ وُجُوْهِكُمْ
"Benar-benar
kalian luruskan shof-shof kalian atau (kalau tidak), maka sungguh Alloh akan
memalingkan antar wajah-wajah kalian (menjadikan wajah-wajah kalian
berselisih)." (HR. Al-Bukhoriy no.717 dan Muslim 436)
Dalam
satu riwayat milik Al-Imam Muslim disebutkan,
كَانَ رَسُوْلُ
اللهِ يُسَوِّي صُفُوْفَنَا حَتَّى كَأَنَّمَا يُسَوِّي بِهَا القِدَاحَ حَتَّى
إِذَا رَأَى أَنَّا قَدْ عَقَلْنَا عَنْهُ ثُمَّ خَرَجَ يَوْمًا فَقَامَ حَتَّى
كَادَ أَنْ يُكَبِّرَ فَرَأَى رَجُلاً بَادِيًا صَدْرُهُ فَقَالَ: عِبَادَ اللهِ
لَتُسَوُّنَّ سُفُوْفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ وُجُوْهِكُمْ
"Bahwasanya
Rosululloh biasa meluruskan shof-shof kami seakan-akan beliau sedang meluruskan
anak panah sehingga apabila beliau melihat bahwasanya kami telah memahami hal
itu, yakni wajibnya meluruskan shof (maka beliaupun memulai sholatnya, pent).
Kemudian pada suatu hari beliau keluar, lalu berdiri sampai hampir-hampir
beliau bertakbir untuk sholat, tiba-tiba beliau melihat seseorang yang menonjol
sedikit dadanya, maka beliaupun bersabda, "Wahai hamba-hamba Alloh,
benar-benar kalian luruskan shof-shof kalian atau (kalau tidak) maka Alloh
sungguh akan memalingkan antar wajah-wajah kalian."
7.
Mendahului gerakan imam
Perbuatan
yang barangkali dianggap persoalan remeh oleh sebagian umat Islam itu oleh Rosululloh
صلى الله
عليه وسلم diperingatkan
dan diancam secara keras, dalam sabdanya :
“Tidakkah
takut orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam, bahwa Alloh akan mengubah
kepalanya menjadi kapala keledai.” (HR Muslim : 1/320-321)
Dahulu
para sahabat Nabi رضي الله عنهم sangat berhati–hati sekali untuk tidak
mendahului Nabi صلى الله عليه وسلم. Salah seorang sahabat bernama Al Barra’ Bin Azib رضي الله عنه berkata :
“Sungguh
mereka (para shohabat) sholat di belakang Rosululloh صلى الله عليه وسلم. Maka, jika beliau mengangkat kepalanya dari ruku’, saya tak
melihat seorangpun yang membungkukkan punggungnya sehingga Rosululloh صلى الله عليه وسلم meletakkan keningnya di atas bumi, lalu orang yang ada di
belakangnya bersimpuh sujud (bersamanya)” (HR Muslim, hadits No : 474)
8.
Berjabat tangan setelah selesai salam
Syaikh
Abdul Aiz bin Abdulloh bin Baz ditanya : Bagaimana hukum bersalaman setelah sholat,
dan apakah ada perbedaan antara sholat fardhu dan sholat sunnah?
Jawaban:
Pada
dasarnya disyariatkan bersalaman ketika berjumpanya sesama muslim, Nabi صلى الله عليه وسلم senantiasa menyalami para sahabatnya رضي الله عنهم saat berjumpa dengan mereka, dan para sahabat pun jika berjumpa
mereka saling bersalaman, Anas رضي الله عنه dan Asy-Sya'bi رحمه الله berkata :
"Adalah
para sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم apabila berjumpa mereka saling bersalaman, dan apabila mereka
kembali dari bepergian, mereka berpelukan".
Disebutkan
dalam Ash-Shohihain [Al-Bukhori, Kitab Al-Maghozi 4418, Muslim kitab
At-Taubah 2769], bahwa Tholhah bin Ubaidillah رضي الله عنه, salah seorang yang dijamin masuk surga, bertolak dari halaqoh
Nabi صلى الله
عليه وسلم di masjidnya
menuju Ka’ab bin Malik رضي الله عنه
ketika Alloh menerima taubatnya, lalu ia menyalaminya dan mengucapkan selamat
atas diterima taubatnya. Ini perkara yang masyhur di kalangan kaum Muslimin
pada masa Nabi صلى الله عليه وسلم dan setelah wafatnya beliau, juga riwayat dari Nabi صلى الله عليه وسلم bahwa beliau bersabda:
“Artinya
: Tidaklah dua orang muslim berjumpa lalu bersalaman, kecuali akan
berguguranlah dosa-dosa keduanya sebagaimana bergugurannya dedaunan dari
pohonnya”. [Abu Daud, Kitab Al-Adab 5211-5212, At-Turmudzi Kitab
Al-Isti’dzan 2728, Ibnu Majah Kitab Al-Adab 3703, Ahmad 4/289, 303 adapun
lafazhnya adalah : “Tidaklah dua orang Muslim berjumpa lalu bersalaman, kecuali
keduanya akan diampuni sebelum mereka berpisah.]
Disukai
bersalaman ketika berjumpa di masjid atau di dalam barisan, jika keduanya belum
bersalaman sebelum sholat maka bersalaman setelahnya, hal ini sebagai
pelaksanaan sunnah yang agung itu disamping karena hal ini bisa menguatkan dan
menghilangkan permusuhan.
Kemudian
jika belum sempat bersalaman sebelum sholat fardhu, disyariatkan untuk
bersalaman setelahnya, yaitu setelah dzikir yang masyru’. Sedangkan yang
dilakukan oleh sebagian orang, yaitu langsung bersalaman setelah sholat fardu,
tepat setelah salam kedua, saya tidak tahu dasarnya. Yang tampak malah itu
makruh karena tidak adanya dalil, lagi pula yang disyariatkan bagi orang yang sholat
pada saat tersebut adalah langsung berdzikir, sebagaimana yang biasa dilakukan
oleh Nabi صلى الله
عليه وسلم setelah sholat
fardhu.
Adapun
sholat sunnah, maka disyariatkan bersalaman setelah salam jika sebelumnya belum
sempat bersalaman, karena jika telah bersalaman sebelumnya maka itu sudah
cukup.
[Fatawa
Muhimmah Tatallqu Bish Sholah, hal. 50-52, Syaikh Ibnu Baz]
Al
‘Izz bin Abdus Salam Asy-Syafi’iy -رحمه الله- berkata, “Jabat tangan setelah sholat Shubuh dan Ashor
termasuk bid’ah, kecuali bagi yang baru datang dan bertemu dengan orang yang
menjabat tangannya sebelum sholat. Maka sesungguhnya jabat tangan disyaratkan
tatkala datang. Nabi صلى الله عليه وسلم berdzikir setelah sholat dengan dzikir-dzikir yang disyariatkan
dan beristighfar tiga kali kemudian berpaling. Diriwayatkan bahwa beliau
berdzikir :
رَبِّ قِِنِيْ
عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَادَكَ
“Wahai
Rabbku, jagalah saya dari adzab-Mu pada hari Engkau bangkitkan hamba-Mu.” [HR.
Muslim 62, Tirmidzi 3398 dan 3399, dan Ahmad dalam Al-Musnad (4/290)].
Kebaikan seluruhnya adalah dalam mengikuti Rosul”. [Lihat Fatawa Al ‘Izz bin
Abdus Salam (hal.46-47), dan Al Majmu’ (3/488)].
Apabila
bid’ah ini di masa penulis terbatas setelah dua sholat tersebut, maka sungguh
di jaman kita ini, hal itu telah terjadi pada seluruh sholat. Laa haula wala
quwwata illa billah.
Al
Luknawiy -رحمه الله- berkata, “Sungguh telah tersebar dua perkara di masa kita ini
pada mayoritas negeri, khususnya di negeri-negeri yang menjadi lahan subur
berbagai bid’ah dan fitnah. Pertama, mereka tidak mengucapkan salam ketika
masuk masjid waktu sholat Shubuh, bahkan mereka masuk dan sholat sunnah
kemudian sholat fardlu. Lalu sebagian mereka mengucapkan salam atas sebagian
yang lain setelah sholat dan seterusnya. Hal ini adalah perkara yang jelek
karena sesungguhnya salam hanya disunnahkan tatkala bertemu sebagaimana telah
ditetapkan dalam riwayat-riwayat yang shohih, bukan tatkala telah duduk. Kedua,
mereka berjabat tangan setelah selesai sholat Shubuh, Ashor, dan dua hari raya,
serta sholat Jum’at. Padahal pensyariatan jabat tangan juga hanya di saat awal
bersua”. [Lihat As-Si’ayah fil Kasyf Amma fi Syarh Al-Wiqoyah (hal. 264)].
Dari
perkataan beliau dapat dipahami bahwa jabat tangan antara dua orang atau lebih
yang belum berjumpa sebelumnya tidak ada masalah. Muhaddits Negeri Syam, Syaikh
Al Albaniy -رحمه الله- berkata dalam As-Silsilah As-Shohihah (1/1/53), “Adapun jabat
tangan setelah sholat adalah bid’ah yang tidak ada keraguan padanya, kecuali
antara dua orang yang belum berjumpa sebelumnya. Maka hal itu adalah sunnah
sebagaimana Anda telah ketahui”.
Larangan
berjabat tangan setelah melaksanakan sholat merupakan perkara yang dilarang
oleh para ulama’. Oleh karena itu, sebuah kesalah besar, jika diantara kaum
muslimin yang membenci saudaranya jika tidak melayaninya berjabatan tangan, dan
menganggapnya pembawa aliran sesat. Padahal mereka yang tak mau berjabatan
tangan saat usai sholat memiliki sandaran dari Al-Kitab dan Sunnah, serta
ucapan para ulama’.
Al-Allamah
Al-Luknawiy-رحمه الله- berkata, “Di antara yang melarang perbuatan itu (jabat
tangan setelah sholat), Ibnu Hajar Al-Haitamiy As-Syafi’iy, Quthbuddin bin
Ala’uddin Al-Makkiy Al-Hanafiy, dan Al-Fadhil Ar-Rumiy dalam Majalis Al-Abrar
menggolongkannya termasuk dari bid’ah yang jelek ketika beliau berkata,
“Berjabat tangan adalah baik saat bertemu. Adapun selain saat bertemu misalnya
keadaan setelah sholat Jum’at dan dua hari raya sebagaimana kebiasaan di jaman
kita adalah perbuatan tanpa landasan hadits dan dalil! Padahal telah diuraikan
pada tempatnya bahwa tidak ada dalil berarti tertolak dan tidak boleh taklid
padanya.” [Lihat As-Si’ayah fil Kasyf Amma fi Syarh Al-Wiqoyah (hal. 264),
Ad-Dienul Al-Kholish (4/314), Al-Madkhol (2/84), dan As-Sunan wa Al-Mubtada’at
(hal. 72 dan 87)].
Beliau
juga berkata, “Sesungguhnya ahli fiqih dari kelompok Hanafiyah, Syafi’iyah, dan
Malikiyah menyatakan dengan tegas tentang makruh dan bid’ahnya.” Beliau berkata
dalam Al Multaqoth ,“Makruh (tidak disukai) jabat tangan setelah sholat dalam
segala hal karena shohabat tidak saling berjabat tangan setelah sholat dan
bahwasanya perbuatan itu termasuk kebiasaan-kebiasaan Rafidhoh.” Ibnu Hajar,
seorang ulama Syafi’iyah berkata, “Apa yang dikerjakan oleh manusia berupa
jabat tangan setelah sholat lima waktu adalah perkara yang dibenci, tidak ada
asalnya dalam syariat.” Alangkah fasihnya perkataan beliau –رحمه الله Ta’ala- dari ijtihad dan ikhtiarnya. Beliau berkata, “Pendapat
saya, sesungguhnya mereka telah sepakat bahwa jabat tangan (setelah sholat) ini
tidak ada asalnya dari syariat. Kemudian mereka berselisih tentang makruh atau
mubah. Suatu masalah yang berputar antara makruh dan mubah harus difatwakan
untuk melarangnya, karena menolak mudlarat lebih utama daripada menarik
maslahah. Lalu kenapa dilakukan padahal tidak ada keutamaan mengerjakan perkara
yang mubah? Sementara orang-orang yang melakukannya di jaman kita menganggapnya
sebagai perkara yang baik, menjelek-jelekkan dengan sangat orang yang
melarangnya, dan mereka terus-menerus dalam perkara itu. Padahal terus-menerus
dalam perkara mandub (sunnah) jika berlebihan akan menghontarkan pada batas
makruh. Lalu bagaimana jika terus-menerus dalam bid’ah yang tidak ada asalnya
dalam syariat?!Berdasarkan atas hal ini, maka tidak diragukan lagi makruhnya.
Inilah maksud orang yang memfatwakan makruhnya. Di samping itu pemakruhan
hanyalah dinukil oleh orang yang menukilnya dari pernyataan-pernyataan ulama
terdahulu dan para ahli fatwa. Maka riwayat-riwayat penulis Jam’ul Barakat,
Siraj Al Munir, dan Matholib Al Mu’minin, mampu menandinginya, karena
kelonggaran penulisnya dalam meneliti riwayat-riwayat telah terbukti. Telah
diketahui oleh Jumhur Ulama bahwa mereka mengumpulkan segala yang basah dan
kering (yang jelas dan yang samar). Yang lebih mengherankan lagi ialah penulis Khozanah
Ar Riwayah tatkala ia berkata dalam Aqd Al-La’ali, [“Dia (Nabi) عليه السلام berkata, “Jabat tanganlah kalian setelah sholat Shubuh, niscaya
Alloh akan menetapkan bagi kalian sepuluh (kebaikan)”.] Rosul صلى الله عليه وسلم bersabda, [“Berjabat tanganlah kalian setelah sholat Ashor,
niscaya kalian akan dibalas dengan rahmah dan pengampunan”.] Sementara dia
tidak memahami bahwa kedua hadits ini dan yang semisalnya adalah palsu yang
dibuat-buat oleh orang-orang yang berjabat tangan itu. Inna lillahi wa innaa
ilaihi raaji’uun”.[Lihat As-Si’ayah fil Kasyf Amma fi Syarh Al Wiqoyah (hal.
265)]
9.
Dzikir dan do’a berjama’ah
sabda
Nabi صلى الله
عليه وعلي ئاله سلم:
من عمل عملا ليس
عليه أمرنا فهو رد.
“Barangsiapa
yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah dari kami, maka amalan
itu tertolak.”
“Do’a
jama’i setelah Imam mengucapkan salam dengan serempak, tidak ada asalnya yang
menunjukkan bahwa amalan ini disyari’atkan. Dan Dewan Riset dan Fatwa
memberikan jawaban sebegai berikut:
“Do’a
sesudah sholat fardlu dengan mengangkat kedua tangan baik oleh Imam maupun
ma`mum, sendirian atau bersama-sama, bukanlah sunnah. Amalan ini adalah bid’ah
yang tidak ada keterangannya sedikitpun dari Nabi صلى الله عليه وعلي ئاله سلم dan para sahabatnya رضي الله عنهم. Adapun do’a tanpa hal-hal demikian, boleh dilakukan karena
memang ada keterangannya dalam beberapa hadits. Wabillahi taufiq. Semoga sholawat
tetap tercurah kepada Nabi kita Muhammad beserta keluarga dan oara sahabatnya.
(Lajnah Daimah).
Dari
Umar bin Yahya, dia berkata : “Aku mendengar ayahku menceritakan dari bapaknya,
dia berkata : ‘Adalah kami sedang duduk-duduk di pintu (rumah) Abdulloh bin
Mas’ud رضي الله عنه sebelum sholat Dzuhur –(biasanya) bila dia keluar (dari
rumahnya) kami pun pergi bersamanya ke masjid-, tiba-tiba datang Abu Musa
Al-Asy’ari رضي الله عنه dan berkata : “Adakah Abu Abdir Rahman (Abdulloh bin Mas’ud رضي الله عنه) telah keluar dari kalian ? Kami menjawab : “Belum”. Lalu
diapun duduk bersama kami sampai akhirnya Abdulloh bin Mas’ud keluar. Setelah
dia keluar, kami berdiri menemuinya dan Abu Musa Al-Asy’ari berkata : “Wahai Abu
Abdir Rahman, tadi aku melihat di masjid suatu perkara yang aku mengingkari,
dan alhamdulillah, aku tidak melihatnya kecuali kebaikan”. Dia bertanya : “Apa
itu?” Abu Musa menjawab :”Bila kau masih hidup niscaya kau akan melihatnya
sendiri” Abu Musa lalu berkata : “Aku melihat di masjid beberapa kelompok orang
yang duduk dalam bentuk lingkaran sambil menunggu (waktu) sholat. Dalam setiap
lingkaran itu ada seseorang laki-laki dan ditangan-tangan mereka ada batu-batu
kecil, orang laki-laki itu berkata :’Bacalah takbir 100 kali’, mereka pun
bertakbir 100 kali, kemudian berkata lagi :’Bacalah Tahlil 100 kali’, mereka
pun bertahlil 100 kali, kemudian mereka berkata lagi :’Bacalah Tasbih 100 kali,
mereka pun bertasbih 100 kali.
Abdulloh
bin Mas’ud bertanya : ‘Apa yang katakan kepada mereka !’ Abu Musa menjawab :
‘Aku tidak mengatakan apa pun pada mereka, karena aku menunggu pendapatmu atau
menunggu perintahmu!, Abdulloh bin Mas’ud menjawab : ‘Tidaklah kamu perintahkan
pada mereka untuk menghitung kesalahan-kesalahan mereka, dan kau beri jaminan
bagi mereka bahwa tidak ada sedikit pun dari kebaikan mereka yang akan hilang
begitu saja ?’.
Kemudian
dia pergi dan kamipun ikut bersamanya, hingga tiba di salah satu kelompok dari
kelompok-kelompok (yang ada di masjid) dan berdiri di hadapan mereka, lalu
berkata : ‘Apa yang kalian sedang kerjakan?’ Mereka menjawab : ‘Ya Abu Abdir
Rahman, (ini adalah) batu-batu kecil yang kami gunakan untuk menghitung takbir,
tahlil, tasbih dan tahmid’. Abdulloh bin Mas’ud berkata : ‘Hitunglah
kesalahan-kesalahan kalian. Aku akan menjamin bahwa tidak ada sedikitpun dari
kebaikan-kebaikan kalian yang akan hilang begitu saja.
Celaka
kalian wahai umat Muhammad, alangkah cepatnya kebinasaan kalian, lihat
sahabat-sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم masih banyak, baju-baju beliau belum rusak dan bejana-bejana
beliau belum pecah. Demi Alloh yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh,
(apakah) kalian ini berada pada ajaran yang lebih baik dari ajaran Muhammad
ataukah kalian sedang membuka pintu kesesatan’. Mereka menjawab : ‘Demi Alloh,
wahai Abu Abdir Rahman, kami tidak menginginkan kecuali kebaikan’. Abdulloh bin
Mas’ud berkata : ‘Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tapi dia tidak
dapat meraihnya, sesungguhnya Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda kepada kami bahwa ada sekelompok
orang yang membaca Al-Qur’an tapi hanya sampai sebatas kerongkongan mereka
saja. Demi Alloh, aku tidak tahu, barangkali sebagian besar mereka dari
kalian-kalian ini’. Kemudian dia pergi dan Amr bin Maslamah berkata ; ‘Kami
lihat sebagian besar mereka memerangi kita pada perang Nahrawan bersama dengan
kelompok Khowarij” [Hadits Riwayat Ad-Darimy]
Smoga
Alloh ta’ala senantiasa melindungi kita dari kebiasaan – kebiasaan jelek yang
terjadi di kebanyakan masyarakat kita.
***
Komentar
Posting Komentar
Bismillaah, silahkan komentar...